Jumat, 18 Januari 2013

Munazarah Imam Ahmad ibn Hambal dengan Mu'tazilah

Ini adalah sepenggal kisah dari Imam Ahmad ibnu Hambal -rahimahullahu ta'ala- saat beliau ber-munazarah dengan para mu'tazilah karena menganggap al Qur'an itu bukan makhluk tapi kalam ALLAH.

Saat itu, Imam Ahmad dibawa ke hadapan khalifah Mu'tashim dan sang khalifah meminta para kaum Mu'tazilah itu untuk melakukan munazarah terhadap Imam Ahmad.

Khalifah Mu'tashim memerintahkan kepada salah seorang di antara pembesar mu'tazilah itu, "Bicaralah ya Abdurrahman, lawan ia munazarah!"

Maka Abdurrahman pun terpaksa mematuhinya dan segera bertanya kepada Imam Ahmad, "Bagaimana pendapat anda mengenai al Qur'an?"

Imam Ahmad bin Hambal diam saja tak menjawab. Mu'tashim pun menyela, "Jawablah ya Ahmad bin hambal!"

Lalu Imam Ahmad balik bertanya, "Dan bagaimana pendapat anda tentang ilmu ALLAH?"

Abdurrahman tidak menjawab lalu Imam Ahmad menyambung, "Qur'an adalah sebahagian dari ilmu ALLAH. Maka siapa yang mengatakan Qur'an itu makhluk, berarti ia pun mengatakan bahwa ilmu ALLAH pun makhluk. Jelas yang berpendirian begitu adalah kufur..."

Abdurrahman tak menjawab juga, tapi seorang Mu'tazilah tampil menjawab, "Ya Amirul Mukminin dengarlah, ia telah mengkufurkan kita dan tuanku sendiri. Demikianlah kemarin juga ia telah mengkafirkan utusan tuanku, ketika utusan itu mengatakan bahwa ilmu ALLAH adalah makhluk..."

Mu'tashim tidak mengutik hasutan itu, hingga membuat kaum Mu'tazilah sedikit sanksi. Tapi Abdurrahman muncul, "ALLAH sudah ada pada zaman azali, dan di kala itu Qur'an belum ada!"

Ibnu Hambal -rahimahullah- menjawab, "Sudah kukatakan, Qur'an itu adalah sebagian dari ilmu ALLAH. Maka kalau ada yang mengatakan kalau ALLAH sudah ada, tapi tak ada ilmu besertanya, maka ia mengatakan bahwa ALLAH tak berilmu!"

Ibnu Abi Du'ad masuk dan berkata, "Inilah sesat yang menyesatkan itu yaa Amirul Mukminin. Di sini ada para qadhi dan para fuqaha tuanku, cobalah tanyakan kepada mereka!"

Mu'tashim bertanya, "Apa pendapat anda sekalian padanya?"

Serentak para qadhi dan fuqaha menjawab, "Ia sesat lagi menyesatkan dan berbuat bid'ah!"

Sebab itu kahlifah membujuk supaya Imam Ahmad mau menuruti pendirian mereka, ujarnya, "Iyakanlah aku ya Ahmad dalam pendirian ini. Anda akan kujadikan orang istimewaku yang dapat sembarang waktu menginjak tikar permadaniku..."

"Ya Amirul Mukminin," jawab Ibnu Hambal, "Apabila mereka dapat memberiku keterangan dari Qur'an dan Sunnah, pasti aku akan mengiyakannya..."

Ahmad bin Abi Du'ad menyambut, "Yang anda katakan hanya kitab dan sunnah saja?!"

"Apa lagi?" sahut Imam Ahmad. "Apakah Islam bisa tegak tanpa keduanya?"

Seorang Mu;tazilah lain membantu, "Bukankah ALLAH berfirman, KHALIQU KULLI SYAI'IN. IA yang menjadikan segala sesuatu. Sedang Qur'an termasuk dalam segala sesuatu, sebab itu, ia tak lain dari makhluk."

"Ayat ini," sahut Ibnu Hambal, "adalah umum bentuknya, tapi tujuannya tertentu, sama seperti angin yang telah membinasakan kaum Hud, yang dalam Qur'an digambarkan dengan kata, TUDAMMIRU KULLA SYAY'IN -angin itu membinasakan segala sesuatu- Apakah benar angin tersebut telah membinasakan segalanya, bukan hanya sesuatu yang dikehendaki oleh ALLAH -Subhanu wa Ta'ala- saja?"

Mu'tazilah tadi tak menjawab. Tapi seorang lagi maju mendebat, "ALLAH telah berfirman, 'MAA YA'TIEHIM MIN DZIKRIN MIN RABBIHIM MUKHDATSIN ILLAS TAMA'UUHU WA HUM YAL 'ABUUN - tiadalah peringatan yang datang dari TUHAN mereka', sesuatu yang diada-adakan, kecuali mereka mendengarkannya dengan main-main. Maka bukankah kalau ia diadakan, tandanya ia makhluk?"

Ibnu Hambal menjelaskan, "Kata-kata ADDZIKR -yang arti dan tujuannya adalah Qur'an, adalah seperti firman ALLAH, 'WAL QUR'ANU DZIDDIKRI' - dan Qur'an itu mempunyai peringatan - Pada ayat ini di mana AD DZIKR itu adalah Qur'an, ditandai dengan alif lam. Tapi pada ayat pertama tanda alif lam, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata DZIKRIN di sana bukan Qur'an, melainkan peringatan dari selain Qur'an.

Seorang Mu'tazilah lagi tampil mengajukan keterangan, "Imran bin Hushein meriwayatkan dari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- mengenai firman ALLAH, 'INNALLAHA KHALAQAD DZIKRA -sesungguhnya ALLAH telah menjadikan AD DZIKR (Al Qur'an). Ini pun adalah satu ketetapan dari Nabi bahwa Qur'an itu makhluk.

Imam Ahmad menjawab, "Anda telah keliru, sebab hadits yang kita riwayatkan dari Imran bin Hushein itu, bunyinya bukan demikian, tapi berbunyi, 'INNALLAHA KATABADZ DZIKRA' - sesungguhnya ALLAH telah menuliskan ADZ DZIKR (Qur'an)."

Masuk lagi seorang Mu'tazilah, "Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berkata, 'Mendekatkan dirilah engkau kepada ALLAH dengan apa yang engkau sanggupi, sebab tak satupun yang paling disukai ALLAH untuk menekatkan diri kepada-NYA, melainkan dari kalam -perkataan-NYA sendiri."

"Memang benar ia diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam," Imam Ahmad mengaku.

Maka Mu'tazilah tadi melanjutkan, "Dalam hadits itu ada dalil yang menyatakan Qur'an itu memang makhluk!"

Imam Ahmad bin Hambal menjawab, "Tapi aku tidak melihat dalilnya dalam hadits itu!"

Dijelaskan kembali oleh Mu'tazilah itu, "Apabila anda membaca Qur'an hendak taqarrub, bukankah anda membaca kalimat-kalimat yang tersusun dari huruf-huruf dan suara-suara? Dan bukankah huruf-huruf dan suara yang tersusun itu tidak lain dari perkataan makhluk? Adakah lagi tempat anda lari, sesudah kita diperintah Nabi -shallallahu'alaihi wa sallam- untuk bertaqarrub kepada ALLAH dengan kata-kata yang berkedudukan makhluk itu, untuk tidak menyerah dan mengakui jika Al Qur'an itu memang makhluk?"

Imam Ahmad memberikan jawaban, "Qur'an adalah kalamullah yang qadhim -terdahulu- sejak bermula dan jelas ia bukan makhluk. Adapaun perbuatan kita ketika menuliskan dan melafalkannya memang makhluk dan Rasulullah sendiri berkata, 'Hiasilah Qur'an itu dengan suaramu!' Jadi Qur'an bukanlah suara kita yang berkedudukan makhluk, di mana dengan suara itu kita hiasi ia. Kalam adalah kalamullah, sedang suara adalah suara qari' -pembacanya."

Lagi seorang Mu'tazilah menyertai, "Ibnu Mas'ud meriwayatkan dari Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- 'MAA KHALAQAL LAHU MIN JANNATIN WA LAA NAARIN WA LAA ARDHIN A'ZHAMU MIN AYAATIL KURSIY' -tidak ada yang dijadikan ALLAH, baik berupa surga, neraka, langit, dan bumi, yang lebih besar dari ayat kursi. Ini jelas bahwa ayat kursi adalah makhluk dan ayat kursi itu adalah dari Qur'an!"

Ahmad bin hambal menjawab, "Adakah anda berpendapat dari hadits itu, yang menyatakan bahwa perbuatan (menciptakan/khalaq) itu terjatuh pada ayat kursi? Yang jelas dalam hadits itu bahwa perbuatan menjadikan terjatuh pada surga, neraka, langit, dan bumi. Bukan atas Qur'an!"

Ahmad bin Du'ad menimpali lagi, "Kegigihan anda menyatakan Qur'an itu kalam ALLAH, bukan makhluk, berarti bahwa anda telah memandang ALLAH punya anggota bicara seperti makhluk, sedang menyerupakan ALLAH dengan makhluk adalah kafir adanya!"

Imam Ahmad bin Hambal menjawab, "IA Maha Esa, tempat kembali segalanya, tiada beranak dan tiada diperanakkan, tak ada yang menyamai-NYA dan tak ada yang serupa dengan DIA. IA adalah sebagaimana yang disifati-NYA sendiri. Diceritakan kepadaku oleh Abdur Razaq, dari Mu'ammar, dari Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, bahwa Nabi -'alaihi shalatu wa sallam- bersabda, 'Sesungguhnya mengajak ALLAH berbicara dengan Musa -'alaihissalam- dengan seribu tambah dua puluh ribu tambah tiga ratus ribu tambah tiga belas ribu kalimat, maka kalam dari ALLAH dan istima' -mendengar- dari Musa. Sebab itu berkatalah Musa, 'Ya TUHANku ENGKAUkah yang mengajakku bicara atau yang selainMU?' Jawab ALLAH, 'Ya Musa AKUlah yang berbicara denganmu, tidak ada sesuatu antaraKU denganmu...' Inilah yang diartikan oleh Rasul dari TUHANnya. Dan aku hanya mengatakan apa yang dikatakan Rasul Shallalllahu'alaihi wa sallam."

Salah seorang Mu'tazilah menyambut, "Anda telah membohongi Rasulullah!"

Imam Ahmad bin Hambal menanggapi, "Kalau ini suatu kebohonganku, maka ALLAH sendiri telah berfirman, WA KALLAMALLAHU MUUSA TAK LIIMAN... -Dan telah berbicara ALLAH kepada Musa secara langsung. Dan IA pun berfirman, WA LAAK IN HAQQAL QAULU MINNY LA-AMLAANNA JAHANNAMA MINAL JINNATI WANNAASI AJMA'IIN... -Tetapi telah tetap perkataan-KU, sungguh AKU akan penuhi neraka jahannam itu sebagian dari Jin dan manusia sekalian!' Maka perkataan adalah dari ALLAH Subhanahu wa Ta'ala, dan perkataan itu bukan makhluk.

Demikian mereka, kaum Mu;tazilah itu menanyai Al Imam dan beliau -rahimahullah- menjawabnya dengan suara meninggi, hingga tiba waktu dzuhur, tanpa mereka dapat mematahkan atau menjatuhkan hujjahnya.

(Dikutip -dengan sedikit perubahan gaya bahasa- dari buku "Duka Derita Imam Ahmad bin Hanbal" halaman 64-71, yang ditulis oleh M. Sabri Munier yang beliau kumpulkan dan sarikan dari Majalah Al Muslimun, Mesir. Penerbit "Bulan Bintang" Jakarta, tahun 1976)

Muhammad Valdy Nur Fattah