Rabu, 26 Oktober 2011

MENAMAKAN DIRI SALAFY ADALAH BID'AH!




Bismillahirrahmanirrahim...

                Sebagai seorang Muslim yang baik, sudah sepatutnya lah kita untuk tegar lurus di atas sunnah sebagaimana manhaj para Salafus Shalih atau yang lebih dikenal secara syar'i itu sebagai kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Nama Ahlus Sunnah wal Jama'ah dinisbatkan kepada para Muslimin dan Muslimat yang memiliki cara beragama Islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam, para shahabat, tabi'in dan para tabi'ut tabi'in atau dikenal sebagai tiga generasi terbaik (Salafus Shalih). Perhatikan nash-nash shahih sebagai berikut;

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLAH ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada ALLAH dan ALLAH menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100)

Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Sesungguhnya kalian akan hidup setelahku, kalian akan mendapati banyak perselisihan. Maka, pegang teguh sunnahku dan sunnah khulafa ar-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Pegang teguh sunnah dan gigit dengan gerahammu. Dan hati-hatilah dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. At-Tirmidzi No. 2676)

                Jalan atau manhaj beragama Islam yang benar adalah dengan mengikuti para salaf (generasi terbaik umat ini). Adapun penisbatan nama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang telah disepakati oleh para ulama berdasarkan dalil sebagai berikut;

Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu'awiyah) pernah berdiri dihadapan kami, lalu ia berkata : "Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : "Ketahuilah sesungguhnya orang‐orang sebelum kami dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. Adapun yang tujuh puluh dua (72) akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu Al‐Jama'ah." (HR. Abu Dawud No. 4597, Ad Darimi 2/241, Imam Ahmad 4/102, Al Hakim 1/128)

                Sementara yang dimaksud dengan Al Jama'ah pada hadits di atas dijelaskan dalam hadits yang lain; Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 millah (agama), sementara umatku berpecah menjadi 73 millah (agama). Semuanya di dalam neraka, kecuali satu millah." Shahabat bertanya, "Millah apa itu?" Beliau Saw menjawab, "Yang aku berada di atasnya dan juga para shahabatku." (HR. At Tirimidzi No. 2565, Ibnu Majah No. 3981)

Untuk lebih memahami tentang takhrij dan tashih serta derajat sanad hadits ini, bisa dilihat di link berikut: Tulisan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

                Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya untuk menempuh firqatun najiyah (jalan yang selamat) adalah dengan manhaj yang diikuti oleh para salafus shalih atau dikenal sabagai manhaj salaf. Namun, ada sebagian golongan umat ini yang mengklaim dirinya sebagai 'aliran yang paling benar' dan menamakan jama'ah dakwah mereka sebagai Salafiy atau Salafiyyun. Dakwah mereka mengajak kita kepada tauhid (mengesakan ALLAH) dengan memurnikan aqidah dengan berpegang teguh pada Al Qur'an Al karim dan As Sunnah As Shahihah dengan pemahaman para Salafus Shalih yang diberi petunjuk, menjauhi segala bid'ah dan khurafat dalam umat ini; tapi kelemahan dakwah mereka adalah rentan menimbulkan perpecahan di kalangan kaum Muslimin yang lain. Mereka cenderung mudah membid'ahkan atau bahkan mengkafirkan (memurtadkan) golongan Muslim yang berada di luar kalangan mereka. Padahal ALLAH berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al Hujurat [49]: 11-13)

Dari sahabat Abu Dzar Al Ghifari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Saw bersabda;
"Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan 'kafir' atau 'musuh' ALLAH, padahal tidak demikian (pada kenyataannya), maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh." (HR. Bukhari No. 3317 & No. 5698, Muslim No. 214)

Kita tidak akan membahas apa penyimpangan dakwah dari golongan yang mengklaim diri mereka sebagai Ahlus Sunnah wl Jama'ah dan menyebut diri mereka sebagai Salafi. Adapun jika ingin melihat tanggapan seorang ikhwan yang kecewa dengan cara berdakwah 'extreme' dari golongan Salafi ini silahkan dibaca pada link berikut:  kepada-saudaraku-salafi

                Bermanhaj dengan manhaj salaf adalah dibenarkan secara syar'i, akan tetapi adapun penisbatan dan menamakan diri sebagai tidak pernah secara gamblang atau jelas dituturkan oleh nash-nash shahih. Sebagian mereka berpendapat dengan dalil shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Fatimah Radhiyalahu ‘anha ketika sakit yang membuatnya meninggal, beliau berkata : “Bertakwa dan bersabarlah engkau wahai Fatimah, sungguh pendahulu (salaf) yang paling baik bagimu adalah aku.” Namun tak ada keterangan yang pasti bahwa Rasulullah memerintahkan kita untuk menjadi seorang Salafy atau Salafiyyun. Bahkan yang shahih dan datangnya dari Al Qur'an telah jelas bahwa kita tidak bisa menamakan diri kita selain Muslim atau Mukmin sebagaimana nash-nash shahih berikut;

"(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (ALLAH) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali ALLAH. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong." (QS. Al Hajj [22]: 78)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada ALLAH sebenar-benar takwa kepada-NYA; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam (keadaan beragama) Islam." (QS. Ali Imran [3]: 102) Dengan kalimat 'laa tamuwtunna illa wa antum muslimun' yang memiliki pengertian bahwa hanya seseorang atau golongan yang bernama Muslim (beragama Islam) yang diridhai ALLAH sebagaimana Firman-NYA, " Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi ALLAH hanyalah Islam." (QS. Ali Imran [3]: 19)

                Bahkan dalam suatu riwayat dari jalur Imam al Harits al Asy'ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Panggillah kaum Muslimin dengan nama mereka dan dengan panggilan yang diberikan oleh ALLAH kepada mereka; Muslim, Mukmin, dan Ibadullah (hamba ALLAH)." (HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Vol. 4 hal. 161)

                Sudah seharusnya kita dengan PeDe (percaya diri) atau dengan tegas mengatakan bahwa diri kita adalah seorang Muslim, bukan seorang Salafy, bukan Ikhwaniy atau Ikhwah (pengikut Al Ikhwanul Muslimin), bukan Nahdhliyyin (pengikut Nahdhlatul Ulama), dan lain-lain.

                Hal yang senada diutarakan oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang paling terkenal yaitu Majmu' Al Fattawa pada Volume 3 halaman 415. Beliau Rahimahullah berkata, "Menjadi sebuah kewajiban bagi seorang Muslim, jika seseorang bertanya, 'bagaimana aku harus memanggil/ menamai diriku?' agar menjawab, 'Saya bukan Shukaili, bukan Kurfandi, Imam Muslim, dan saya mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah.' - pada zaman itu ada seorang pria yang bernama Shukaili dan orang-orang yang mengikutinya, menamai diri mereka Shukaili - Kita tidak akan berpaling dari nama-nama yang diberikan ALLAH Subhanahu wa ta'ala kepada kita, ke dalam nama-nama yang dibuat orang dan orang tuanya, yang tidak diizinkan ALLAH Subhanahu wa ta'ala."

                Imam Malik rahimahullahu ta'ala pernah ditanya oleh seseorang, "Siapa Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu?" Lalu beliau menjawab, "Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mereka yang tidak memiliki gelar, baik Jahmiy (pengikut aliran sesat Jahmiyyah), ataupun Qadariy (pengikut aliran sesat Qadariyah), maupun Rafidhiy (pengikut aliran sesat Syi'ah)." Hal ini termaktub dalam Kitabul Intiqa'.

                Juga dibukukan Ad Durr Al mantsur dari Imam As Suyuthi; jilid 2 halaman 63, bahwa Imam Malik bin Maghul (wafat 195 H) berkata, "Jika seseorang memanggil dirinya dengan suatu panggilan yang tidak diajarkan Islam atau As Sunnah, maka sesungguhnya dia telah memanggilnya dengan panggilan ajaran agama (selain Islam) sesuai agama yang kamu ingini."

                Jadi menamakan diri dengan selain nama-nama yang telah diajarkan oleh ALLAH dan Rasul-NYA adalah bid'ah dan belum ada satu dalil pun yang membolehkannya. Termasuk menamakan diri sebagai Salafiy atau berkata, "Saya Salafiy" merupakan bid'ah yang tak ada dasar serta tuntunannya dalam ajaran Rasulullah Muhammad Shalallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam!

Walau ada pendapat dari Imam besar ahli hadits terkemuka abad ke-20; Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah yang membolehkan hal tersebut. Beliau berkata ketika ditanya tentang masalah ini, "Akan tetapi ada orang yang mengaku berilmu mengingkari nisbah salafiyah dengan menyangka bahwa penisbahan ini tidak ada landasannya sehingga dia mengatakan : “Tidak boleh, seorang muslim berkata, "Saya salafi”. Seakan-akan dia mengatakan, "Tidak boleh seorang Muslim mengatakan, 'Saya mengikuti salafush shalih dalam jalan mereka dalam aqidah, dan suluk!'. Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini mengharuskan berlepas diri dari Islam yang shahih yang ditempuh oleh salafush shalih." Namun bila kita menelaah perkataan beliau ini, tak ada isyarat bahwa kita harus berpisah dengan jama'ah Muslimin yang lain dengan menyebut "Saya Salafi!"

                Jika sebagian orang berdalil dengan perkataan beliau - yang kemungkinan besarnya disalahpahami ini - maka dia telah menentang apa yang telah ALLAH dan Rasul-NYA turunkan. Dan penting untuk kita ingat bahwa tak ada ucapan salah seorang manusia pun yang boleh menyelisihi apa yang telah shahih dan qath'i (pasti) datang dari ALLAH Subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam

Telah tetap sebuah atsar shahih dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata :

يوشك أن تنزل عليكم حجارة من السماء أقول: قال رسول الله وتقولون: قال أبو بكر وعمر
Sungguh nyaris kalian ditimpa hujan batu dari langit. Saya mengatakan sabda Rasulullah, kalian malah menjawab dengan ucapan Abu Bakar dan ’Umar.

Bahkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pun tidak boleh diselisihi pendapatnya dengan seorang Nabi pun sebelumnya sebagaimana tersirat pada hadits beliau, "Umar ibnul Khaththab radhiyallhu ‘anhu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa sebuah kitab (taurat) yang diperolehnya dari sebagian ahlul kitab. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun membacanya lalu beliau marah seraya bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahlul kitab), sehingga mereka mengabarkan al-haq (kebenaran) kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam masih hidup niscaya tidaklah melapangkannya kecuali dengan mengikuti aku.” (HR. Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/387 dan Ad-Darimi dalam muqaddimah kitab Sunan-nya no. 436. Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim Asy-Syaibani dalam kitabnya As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani v dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589.)

ALLAH Subhanahu ta'ala berfirman, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al Hasyr [59]: 7)

                Mengikuti manhaj para generasi terbaik umat ini atau As Salafus Shalih merupakan sebuah kewajiban, namun menamakan diri dengan As Salaf (orang-orang terdahulu) atau menisbatkan diri pada mereka adalah bid'ah. Karena jika begitu, maka manhaj yang diikuti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Shahabatnya juga berasal dari pendahulunya yang notabene adalah kaum jahiliyah. Karena kaum sebelum Nabi Muhammad adalah kaum jahiliyah yang berasal dari sebagian umat Yahudi dan Nasrani serta umat-umat jahiliyah lain yang tidak mentauhidkan ALLAH Subhanahu wa ta'ala dalam keyakinannya. Maka sungguh Rasulullah sendiri yang memerintahkan kita untuk tidak mengikuti kaum-kaum sebelum mereka. Hal ini didasari oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ  
  قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
"Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka?" (HR. Muslim No. 4822)

Wallahu'alam bis shawab...

Ana tulis sendiri dari berbagai reference. Untuk lebih memahami siapakah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang sebenarnya, bisa merujuk pada buku "Ahlus Sunnah wal Jama'ah; Their Belief, Attributes, and Qualities (Ahlus Sunnah wal Jama'ah; Keyakinan, Sifat, dan Kualitasnya)" yang dituls oleh Syaikh Omar Bakri Muhammad, cetakan 1 - Jakarta: Gema Insani Press: 2005.

27 Oktober 2011/ 29 Dzulqaidah 1432 H
Muhammad Valdy Nur Fattah ibn Mohammad Safiq a.k.a Abdulkhaliq Al Majriti a.k.a Abdullah ibnu Abi Abdillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar